Cerita satu.
7 September 2013.
Kesekian kalinya. Tetapi kesempatan ini sedang tidak untuk beramah tanah dengan bibir pantai dengan bulir bulir pasir putih. Tidak untuk menyesap secangkir teh melati hangat di Warung Restu duduk manis menyambut keemasan di baratnya laut.
Pagi ini setidaknya peluh menjadi pertanda ada kalori yang terbakar ketika kami akhirnya mencapai sekolah. Lumayan. Setelah kurang lebih berjalan kaki 30-45 menit dari rumah warga maka ini dia; SD Negeri 4 Batukandik.
“Kakak-kakak ne sube tekee!” teriak seorang anak. Setengah berlari menuju kerumunan anak-anak berseragam merah putih. (Kakak kakaknya sudah dataang!)
Perbukitan nusa pertengahan September menjelma menjadi bukit yang malam-malamnya berhembus angin berhawa dingin, sementara pergeseran waktu menjadi siang intensitas cahaya matahari menguat menstimulus kelenjar keringat mensekresikan peluh melalui pori-pori kulit. Seperti siang ini. Sedang tak mau berpanas panas lagi, jadilah kemudian kami berkerumun di bawah pohon rindang.

Perkenalan dimulai. Kami mau berkenalan dengan menari nari. Agar lebih asik kami semua berdiri, adik-adik diminta berbaris. Saya mengamati. Udin, ketua tim project kali ini, memberikan pembukaan. Disusul Fanbul, kemudian Halida dan yang lain-lain. Canggung memang tidak perlu bertahan lama-lama. Riuh tepuk tangan adik-adik, wajah-wajah bersemu di balik kulit kecoklatan. Tak kenal lagi apa itu asing.






