Belajar dari Kengeyelan Orang

Berargumen dengan orang yang sungguh keras kepala terkadang membawa saya pada situasi – situasi yang membuat saya merasa begitu kesal. Saya berusaha sebaik mungkin memberikan pandangan yang realistis, tapi orang-orang tersebut tidak bergeming. Tetap pada pendiriannya, kekeuh pada apa yang mereka mau. Contohnya adalah pada satu sore, ketika saya berdebat dengan Agus dan Udin tentang ide mengambil mesin pengaduk adonan sabun di kantor upt di kecamatan.

Ceritanya saat itu kami mendengar, konon ada satu mesin pengaduk sabun di kantor kecamatan yang sudah hampir sepuluh tahun tidak dipakai. Mesin hanya dipakai sekali, yakni saat demo hibah alat dari pemerintah pusat. Kami pikir ‘wah sayang banget ga dipake, coba kita usahakan pinjam untuk pelatihan ibu-ibu biar lebih mudah, boleh juga tuh’. Lalu kami susunlah rencana.

Sejak rencana pengajuan peminjaman alat dibuat, setidaknya 4 kali sudah saya berkunjung ke kantor upt di kecamatan, menunggu beberapa lama, berbicara pada beberapa petugas. Membawa bolak balik surat peminjaman. Yang berakhir pada ‘mba, bapak kepala upt sedang dalam proses pindah tugas, jadi sepertinya harus ada surat izin dari pemerintah pusat untuk diizinkan meminjamkan alat’. ‘Kira2 berapa lama ya pak pengurusannya’ yang dijawab ‘wah kalo itu menunggu syrat dari pusatnya belum tau pasti waktunya mba’

Okesip. Usaha saya bermotor, keanginan, bolak balik ke kecamatan rupanya segitu saja hasilnya. Sekembalinya ke rumah produksi, saya sampaikan pada Agus dan Udin ‘Udah ah capek. Urusan sama birokrasi selalu ribet, gausah deh pake minjem minjem segala. Kita pake aja alat yang ada’ tapi keselnya adalah mendengar tanggapan mereka berdua, mereka merasa masih perlu mengusahakan, tidak mau tau, esok hari katanya mereka mau mencoba lagi, yang saya timpali ‘yaudah aja sana kalian coba kalo bisa, bagus’

Seharian keesokan harinya saya tidak di rumah produksi karena perlu bertemu mengurus beberapa dokumen di kota. Ketika kembali menuju desa tempat saya berkegiatan, di pertigaan menuju rumah produksi saya melihat Agus dan Udin berboncengan, ‘baru habis ketemu orang’ kata mereka.

Sesampainya di depan rumah, saya melongok dari sela sela pagar. Ada benda baru. Di pojokan ada seonggok sesuatu yang tertutup plastik hitam. ‘Apaan tuh?’ Tanya saya. Mereka cuma mringis. Setelah memarkirkan motor, saya buru buru membuka seonggok sesuatu yang tertutup plastik hitam, yang ternyata adalaah…mesin pengaduk adonan sabun!

Udin dan Agus cuma melet melet pada saya. Saya menatap ngga percaya ‘lhaah kok bisa? mengulang2 pertanyaan yang sama ‘gilak ini kan berat gimana bawa kesininya’ mengingat bahwa rumah produksi terletak di bukit yang mobil gabisa masuk ke jalan setapaknya, ga kebayang gmn bawa mesin ini kesini.

Lalu mereka bilang, mereka maksa nanya ke si bapak bapak di kantor, apa yang kudu dilakukan biar bisa ngebawa mesin itu sore ini. Bersikeras mereka bilang mau bawa sore ini juga. Kemudian katanya dimulailah drama surat suratan, dilempar kesana kemari, ditungguin tetep disana, lalu si bapak entah bagaimana konon berkata ‘yasudah mas, mas mas bawa aja, yang penting alat ini utuh bila nanti ada pemeriksaan’ mungkin si bapak ini lelah atas kengeyelan mereka, yang kemudian akhirnya luluh juga 😂 Lalu mereka sewa mobil pick up. Sampai di tepi jalan terdekat, mereka minta beberapa orang untuk bantu mereka angkat mesin sampai ke rumah. Saya mlongo.

Ketika mereka bercerita, saya ketawa ketiwi dengarnya, juga merasa sungguh terharu oleh kegigihan mereka. Sambil duduk di pinggiran sambil memetiki cabe – cabe sementara mereka membersihkan mesin yang baru mendarat di rumah produksi, saya berpikir bahwa percaya ngga percaya di saat saya udah kesel dan nyerah *ini beneran kesel sih karena motoran bolak balik cuma buat ketemu orang dan kasihin surat* betapa kengototan dan ke-keras kepalaan mereka betul betul membuahkan hasil :”)

Sejak saat itu, saya lebih bisa berdamai dengan sifat kekeras kepalaan mereka. Sejak itu juga, saya berjanji pada diri sendiri untuk tidak mengentengakan seseorang yang begitu bersikeras terhadap suatu hal (yang kadang membuat saya kesal sendiri), sekalipun hal itu tampak sungguh tidak realistis di mata saya

Dari hal-hal yang ampak sederhana semacam itu, juga dari obrolan obrolan lain ketika mulai kerja bareng di Nusa Berdaya, saya belajar banyak dari Pak Udin dan Pak Agus, Alhamdulillaah. Semangat bersama sama membangun Nusa Berdaya ya, pak-pak!

Ah, barangkali saja, ada benarnya kata Pram,“Orang bilang ada kekuatan-kekuatan dahsyat yang tak terduga yang bisa timbul pada samudera, pada gunung berapi dan pada pribadi yang tahu benar akan tujuan hidupnya”.

Leave a Reply

Your email address will not be published.