Ilmu sebelum amal.

Satu siang saat di kampus, Ani, teman sekelas, bertanya pada saya; “Kak, ntar kalo udah lulus rencana mau ngapain?”
“Aku pengen ngajar rencananya Ni, tapi masi gatau si liat nanti juga. Hm, aku kayanya seneng deh ngajar, tapi gimana rasanya belom pinter”
“Lhah Kak, jadi dosen mau pinter atau ngga, yang penting mah kudu tau aja lebi dulu dari murid muridnya ,” kata Ani.

Ani ini adalah temen di kelas yang menurut saya tidak seperti wanita kebanyakan. Orangnya begitu simpel, logis dan ngga baperan, tidak mengada – ada dan jujur, anaknya gercep banget, segala hal dikerjain dengan efektif efisien. Kudu gitu sih ya jadi wanita, biar segera menikah kaya dia #lhah. Eh, pernah sih dia bilang bisa baperan, kata dia emosinya bisa labil banget kalo ngga makan nasi seharian. Wes gitu aja.

Kalo habis ngobrol dengan Ani, seringnya saya jadi mikir ‘ eh bener juga yang dia bilang’. Termasuk percakapan minggu lalu yang saya tulis di atas, yang jadi kepikiran lagi tadi siang saat saya sedang menulis proposal tesis.

Omong – omong tentang tesis, penelitian yang saya kerjakan termasuk dalam salah satu cabang di bidang studi akuakultur, bidang studi yang satu tahun terakhir ini saya sadari ternyata sungguh sungguh luas. Saya menyadari begitu luasnya ketika perlahan memahami apa – apa saja yang dipelajari di bidang ini dalam satu tahun terakhir; ada nutrisi, ada tentang manajemen kualitas air, penyakit, berbagai metode budidaya, dan sebagainya. Beberapa bulan lalu ketika mulai belajar tentang nutrisi ikan, yang saat ini jadi topik tesis, saya bahkan sempet kepikiran  ‘Gilak ih, setiap jenis ikan punya kebutuhan nutrisi yang berbeda- beda. Ikan herbivor perlu nutrisi yang berbeda dengan ikan karnivor. Mau budidaya lele kudu ngerti dia butuh makanan kaya apa, mau budidaya kerapu kudu ngerti dia perlu makanan yang gimana. Kalo budidaya udang kudu ngertiin sifat dia yang sukanya hidup di dasar perairan, bukan di permukaan, sifat dia yang suka hidup di dasar perairan akan berpengaruh dengan ukuran padat tebarnya yang disesuaikan dengan luasan dasar kolam. Berbeda dengan ikan, seperti lele misalnya, yang padat tebarnya disesuaikan dengan volume air di kolam karena dia sifatnya berenang di kolom air – bukan di dasar perairan.’ Ketika menemui kenyataan – kenyataan ini, disitulah saya merasa… pusing kepala! Hahaha *ini beneran* Dengan penelitian di bidang akuakultur yang saat ini sedang begitu berkembang, kalo ngga banyak – banyak membaca maka bisa – bisa kita meneliti sesuatu hal yang sebenernya sudah dilakuan orang lain. Bisa dikata penelitian yang dilakukan jadi sia – sia, menyiakan waktu, energi, dan duit tentunya. Jadi emang kudu banyak baca banget untuk menghindari hal tersebut terjadi.

Bersebab saking bertubi-tubinya segala informasi baru tersebut *newcomer* sempet terlintas ini otak bakal mampu ngga ya memahami semua hal ini. Ketika sempat merasa cemas gegara informasi yang diterima rasanya datang regudugan, Alhamdulillah Allah ingatkan kembali bahwa ilmu-Nya sungguhlah luas. Saking luasnya hingga disampaikan dalam salah satu hadits bahwa sekiranya air laut itu dijadikan tinta untuk menuliskan ilmu Allah, akan habis tinta itu sebelum semua tertulis, pun bila didatangkan lagi sebanyak yang digunakan. Begitulah… *tariknafaspanjang* jadi ilmu akuakultur yang saya udah merasa begitu regudugan, adalah setitik kecil saja dari dari ilmu Allah yang begitu luas. MashaaAllah..

Terkait dengan tesis dan perlunya membaca, ketika bertemu dengan pembimbing tesis selasa lalu terbuktilah pikiran tentang ‘kudu banyak baca banget’. Bapak pembimbing kemarin bertanya ‘ What is the scientific background of your research objective?’ bapak pembimbing menyampaikan bahwa tujuan dari penelitian yang saya lakukan itu harus ada background storynya, harus ada ceritanya dong, ga sekedar mau tau sesuatu hal aja, tapi apa ceritanya yang bikin saya kudu banget melakukan penelitian itu. Okesip, singkat cerita, pertanyaan si bapak saya translasikan menjadi pendekatan keilmuan apa saja, atau latar belakang penelitian (scientific background) apa saja sih yang membuat saya melakukan penelitian ini. Di sini saya harus membaca penelitian – penelitian orang lain yang relevan, dan mengemukakan bahwa dari hal – hal yang mereka teliti masih terdapat ‘gap knowledge’ untuk mengetahui keperluan nutrisi di ikan yang saya teliti, daan jeng jeng jeeeng disitulah saya bilang penelitian ini perlu untuk dilakukan biar proses budidaya menjadi lebih efektif, efisien, juga tentunya lebih profitable *back then, aquaculture is off course about business*

Ya ampun, dari sekedar obrolan singkat dengan Ani, nyambung dengan tesis dan pentingnya membaca, lalu jadi panjang begini. Hem.

Sebenernya ini adalah hasil pikiran sore tadi ketika bersepeda dari kampus menuju kosan, dimana angin sedang berhembus kencang – kencangnya di dusun (sampe ada peringatan dari pemerintah setempat lho), yang membuat saya mengayuh sepeda perlahan sehingga memberi saya waktu berpikir macem – macem lebih panjang dari biasanya ketika bersepeda pulang.

Kesimpulan menarik yang saya ambil adalah, betul juga kata Ani, jadi pengajar mah (yang penting) kudu tau lebih dulu. Untuk tau, salah satunya adalah dengan banyak – banyak membaca. Pun misal ditanya dan belum tau jawabnya, lebih baik dijawab tidak/belum tau, mari sama –sama belajar, jangan sampai memaksakan menjawab dengan mengada – ada, yang karena kurangnya pengetahuan kita tapi memaksakan menjawab, kemudian malah akan menjerumuskan.

Maka sore tadi juga, adalah sore ketika saya kembali diingatkan bahwa betapa Islam itu indah, karena selalu menekankan ilmu sebelum amal, agar segala hal – hal yang dilakukan, amalan – amalan yang dilakukan tidak menjadi sia – sia. Dan salah satu jalan mencari ilmu, adalah dengan banyak – banyak membaca. Mungkin itulah mengapa, ketika Rasulullah pertama kali bertemu Jibril, yang Jibril sampaikan adalah; Iqra’!

Leave a Reply

Your email address will not be published.